PEMANFAATAN
BATUBARA
Ditinjau dari segi pemanfaatannya,
batubara dapat dibagi menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu:
- Batubara untuk bahan bakar, disebut batubara bahan bakar (steaming coal, fuel coal, atau energy coal)
- Batubara bitumen untuk pembuatan kokas, disebut batubara kokas (cooking coal)
- Batubara untuk dibuat bahan-bahan dasar energi lainnya, disebut batubara konversi (conversion coal)
1.
BATUBARA UNTUK BAHAN BAKAR
Sebagai
bahan bakar, batubara dapat dimanfaatkan untuk mengubah air menjadi upa didalam
suatu ketel uap atau boiler PLTU, untuk membakar bahan pembuat klinker dipabrik
semen, dan sebagai bahan bakar di industri-industri kecil. Pada hakikatnya,
semua batubara dapat dibakar, tetapi pemanfaatannya sebagai bahan bakar
tertentu perlu dipenuhi berbagai persyaratan tertentu pula. Misalnya, sebagai
baha bakar di PLTU diperlukan batubara yang mempunyai kandungan ash <30%.
Ketel yang memanfaatkan batubara halus dapat didesain agar bisa membakar
batubara dengan kandungan ash lebih tinggi lagi, katakanlah 50%. Akan tetapi,
dengan kandungan ash yang demikian besar dapat menimbulkan banyak masalah dalam
pengoperasiannya. Bahkan pada pembakaran batubara yang mengandung ash <30%
pun masih banyak menimbulkan masalah pada ketel karena dapat menyebabkan erosi
dan kerak pada tabung uap.
Umumnya,
pembuatan sebuah ketel suatu PLTU dirancang untuk membakar batubara dengan
spesifikasi yang telah ditentukan, sesuai dengan sifat batubara yang akan
menjadi “makanannya”. Spesifikasi ini kadang-kadang mempunyai nilai rentang
yang agak panjang sehingga dapat menampung batubara lebih dari satu sumber.
Itulah sebabnya mengapa sewaktu masih dalam tahapan eksplorasi dan studi
kelayakan tambang, berbagai parameter penting sebagai penentu tersebut dalam
sampel inti bor sudah mulai ditentukan. Jadi, suatu PLTU dibangun menurut
spesifikasi batubara yang akan “membakarnya”, bukan sebaliknya (kecuali jika
PLTU sudah ada dan perlu tambahan pasokan, harus dicari batubara yang mempunyai
spesifikasi sama dengan spesifikasi batubara yang digunakan dalam perancangan
ketel tersebut). Umumnya, batubara harus cukup untuk memasok PLTU selama 30
tahun, karena umur PLTU sekitar tiga
puluh tahunan. Bila batubara pasokan tersebut masih kurang, maka harus
dicari batubara yang sifatnya sama dengan spesifikasi ketel PLTU tersebut.
Semua PLTU yang direncanakan dibangun di Indonesia, satu unitnya berkapasitas
50 – 400 MW. Untuk yang berkapasitas >200 MW, umumnya dipakai cara pulverised fuel, sedangkan untuk
yang kapasitasnya lebih kecil digunakan cara fluidised bed combustion ataupun pembakaran pada panggangan (grate firing).
Demikian
pula dengan pabrik semen dewasa ini. Semuanya harus menggunakan bahan bakar
batubara, dan yang telah dibangun sebelum Peraturan Presiden ditetapkan, harus
mengganti bahan bakar minyaknya dengan batubara. Untuk keperluan tersebut harus
dibangun kiln untuk membakar
batubara yang didesain dengan spesifikasi tertentu, seperti halnya PLTU. Hanya
untuk pabrik semen, persyaratan yang diminta lebih ringan bila dibandingkan
dengan yang diminta untuk PLTU.
Pemanfaatan
batubara sebagai bahan bakar telah mulai dirintis dalam industri kecil, seperti
pabrik kertas, pabrik gula, pabrik bata, pabrik genteng, dan pabrik kapur. Hal
ini terutama untuk memanfaatkan batubara dengan cadangan kecil.
Pada
saat ini, Indonesia telah mencoba memanfaatkan batubara untuk menggantikan
minyak tanah sebagai bahan bakar tidak berasap (smokeless fuel) di rumah
tangga. Untuk keperluan tersebut, batubara dikarbonisasikan pada suhu rendah,
digerus dan diberi bahan perekat, kemudian dicetak dan dibentuk menjadi briket
batubara. Di Victoria-Australia, bahan untuk briket batubara berasal dari
batubara peringkat (rank) rendah yang mengandung moisture tinggi, misalnya lignit yang mengandung mositure
>60%.
2.
BATUBARA UNTUK KOKAS
Kokas ialah residu padat yang tertinggal
bila batubara dipanaskan tanpa udara sampai sebagian zat yang mudah menguapnya
hilang. Batubara kokas adalah batubara yang bila dipanaskan tanpa udara sampai
suhu tinggi akan menjadi lunak, terdevolatilasasi, mengembang, dan memadat
kembali membentuk material yang porous. Material ini merupakan padatan kaya
karbon yang disebut kokas.
Kebanyakan
kokas digunakan dalam pembuatan besi dan baja karena memberikan energi panas
dan sekaligus bertindak sebagai zat pereduksi (reduktor) terhadap bijih besi
yang dikerjakan didalam tanur suhu tinggi atau tungku pembakaran (blast furnace). Kokas untuk keperluan
tersebut, umumnya padat dan relatif kuat, dihasilkan dari batubara tertentu.,
baik tunggal maupun campuran, dalam oven kokas (coke oven). Residu hasil karbonisasi yang merupakan material serbuk
yang tidak berlubang atau massanya menggumpal disebut char. Bahan ini dapat dibuat briket dan digunakan sama
seperti kokas (kokas jenis ini disebut sebagai formed coke) atau langsung dipakai sebagai elektroda karbon.
Umumnya,
ada dua istilah yang dapat membingungkan kita, yaitu istilah “caking” dan
“coking”. Caking ialah kemampuan batubara untuk meleleh ketika dipanaskan dan
kembali membentuk residu yang koheren ketika didinginkan. Syarat mutlak untuk
batubara kokas ialah batubara itu harus meleleh membentuk cake jika dipanaskan. Tidak semua caking coal adalah cooking coal.
Coking digunakan untuk menerangkan bahwa batubara tersebut cocok untuk dibuat
kokas. Walaupun begitu, keterangan ini berlawanan dengan definisi klasifikasi
batubara hard coal menurut ISO yang
mendefinisikan caking kebalikan dari coking. Caking menunjukkan penggumpalan (agglomeration) dan pengembangan (swelling). Selama dipanaskan (index crucible swelling number dan Roga), sedangkan coking menunjukkan
penggumpalan dan pengembangan selama pemanasan lambat (dilatation atau Gray-King
coke type). Hal ini menimbulkan kerancuan dalam pemakaian kedua istilah
tersebut.
Batubara
yang dapat dibuat kokas harus mempunyai peringkat dan tipe tertentu. Sebagian
zat organik dalam batubara mempunyai peranan dalam sifat-sifat pelelehan tadi.
Dalam batubara kokas yang prima, yaitu yang membentuk kokas metalurgi yang
sangat baik, harus dicapai suatu perbandingan yang optimal antara zat yang reaktif dan zat yang inert (tidak meleleh).
Berbagai
parameter yang menentukan batubara kokas (peringkat dan jenisnya telah memenuhi
syarat), termasuk kokas metalurgi, ialah kandungan ash tidak terlalu tinggi, hampir tidak mengandung sulfur dan
fosfor, serta zat yang mudah menguapnya dalam kokas harus kecil. Untuk
menentukan sifat-sifat batubara kokas digunakan crucible swelling number, Gray King coke type, plastisitas dan fluiditas.
3.
BATUBARA KONVERSI
Batubara konversi ialah batubara yang dimanfaatkan
tidak sebagai bahan bakar padat, tetapi energi yang dikandungnya, disimpan
dalam bentuk lain, yakni gas dan cairan. Pengubahan batubara dapat dilakukan
melalui dua cara, yaitu melalui pembuatan gas atau gasifikasi (gasification) dan pencairan batubara atau likuifaksi (coal liquefaction).
Dalam
proses gasifikasi, semua zat organik dalam batubara diubah kedalam bentuk gas,
terutama karbon monoksida, karbon dioksida, dan hidrogen. Gas-gas ini kemudian
dapat pula diubah menjadi bahan-bahan kimia, seperti pupuk dan metanol.
Proses likuifaksi bertujuan mengubah batubara
menjadi minyak. Penelitian yang dilakukan SASOL di Afrika Selatan yang telah
berhasil mengubah batubara menjadi minyak (gasolin, diesel, jet fuel), gas
maupun bahan kimia lain melalui pembuatan gas. Cara langsung ialah dengan
menghidrogenasikan batubara (rasio atom hidrogen/karbon = 0,7) sehingga menjadi
minyak (rasio atom hidrogen hidrogen/karbon >1.2)
KOKAS
sebagai ENERGI ALTERNATIF
Indonesia memiliki cadangan batubara yang besar melebihi
cadangan minyak bumi. Kegiatan penambangan batubara di Indonesia juga semakin
meningkat dari tahun ke tahun dimana batubara diharapkan sebagai sumber
alternatif, selain untuk ekspor juga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi energi
dalam negeri. Oleh karena itu perlu digalakkan program pemasyarakatan dan
pembudayaan batubara. Salah satu caranya adalah dengan penanganan lebih lanjut
proses pengembangan pembuatan kokas, karena merupakan komoditi penting yang
banyak dibutuhkan pada industri berskala kecil sampai skala besar. Industri
yang membutuhkan kokas antara lain industri pengecoran logam, industri gula,
industri elektrode dan industri logam lainnya. Pemenuhan kebutuhan kokas di
Indonesia sebagian besar berasal dari luar negeri (impor) Jepang, RRC, dan
Taiwan.
Mengingat kokas merupakan komoditi yang cukup penting,
terutama pada industri logam dan baja, maka usaha pengembangan dan pemenuhan
kebutuhan kokas dari dalam negeri menjadi sangat perlu. Kokas selain digunakan
untuk meningkatkan kandungan karbon dalam besi, juga berfungsi sebagai bahan
bakar, bahan pereduksi maupun penyangga beban. Jadi jelas bahwa batubara bisa
diharapkan sebagai sumber energi alternatif untuk mengurangi ketergantungan
pada impor, yang tentunya dapat menghemat devisa.
Sumber daya batubara (Coal Resources) di Indonesia cukup
besar dengan total cadangan kurang lebih 39 milyar ton. Bila diasumsikan laju
pertumbuhan produksi batubara mencapai 12,4 % per tahun, maka batubara
Indonesia dapat dimanfaatkan hingga tahun 2166. Lokasi cadangan umumnya berada
di Sumatera (64%) dan Kalimantan (35%). Sementara itu daerah-daerah lain
seperti pulau Jawa dan Sulawesi walaupun cadangannya sedikit tetapi telah
dimanfaatkan, karena di kedua daerah tersebut lokasi konsumen tidak jauh.
Sehingga batu bara tetap ekonomis untuk dimanfaatkan. Di pulau Jawa, banyak
pemakai batubara untuk berbagai keperluan, sedangkan di Sulawesi terdapat
pabrik semen dengan kapasitas yang cukup besar [Koestoer, 1997]. Cadangan batu
bara Indonesia saat ini berjumlah sekitar 7 miliar ton yang terdiri dari batu
bara berkualitas rendah, yaitu lignite (49%), dan sub-bituminous (26%), serta
batu bara berkualitas tinggi yaitu bituminous (24%) dan antrachite (1%).
Cadangan batubara (Coal Reserves) adalah bagian dari sumber daya batubara yang
telah diketahui dimensi, sebaran kuantitas, dan kualitasnya, yang pada saat
pengkajian kelayakan dinyatakan layak untuk ditambang Batubara berkualitas
rendah ditandai dengan kandungan air yang tinggi dan karbon yang rendah.
Sementara itu, batu bara berkualitas tinggi memiliki kandungan air yang rendah
dan karbon yang tinggi, dan umumya dijual ke pasar ekspor internasional
[Iskandar,2006]. Berikut peta penyebaran endapan batu bara di Indonesia, secara
rinci dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1. Penyebaran endapan batu bara Indonesia [Puslitbang Tekmira,
2006]
Pada prinsipnya batu bara dari semua peringkat dapat diubah
dengan teknologi batu bara bersih menjadi bahan bakar cair, gas atau padat yang
lebih ramah lingkungan. Teknologi batu bara dapat dikelompokan dalam konversi
batu bara menjadi kokas/ semi-kokas briket batu bara melalui proses karbonisasi
batu bara, likuifaksi batu bara dan gasifikasi batu bara yang menghasilkan
minyak dan gas sintetis [Budi,2003]. Coking coal adalah batubara yang indikasi
awalnya mempunyai sifat caking tertentu, Sifat caking adalah sifat ketika
dipanaskan pada suhu tertentu, batu bara tersebut akan meleleh, mengembang dan
memadat kembali membentuk bongkahan. Batu bara yang mempunyai sifat caking
adalah jenis batu bara bitominous [Annual Book of ASTM Standard,1981].
Pemanfaatan kokas pada industri antara lain, pengecoran logam (sebagai bahan
bakar dan reduktor), industri gula (bahan bakar), dan industri elektroda
(sebagai bahan baku elektroda karbon).
Pada industri pembuatan besi baja dalam tanur tinggi kokas
merupakan bahan bakar terpenting yang diperlukan. Kokas tersebut digunakan
sebagai sebagai bahan reduktor. Pada saat ini kebutuhan kokas semakin meningkat
sebagai bahan bahan bakar di berbagai industri. Saat ini sebanyak 92% bahan
bakar kokas masih di impor dari RRC, Taiwan dan Jepang [Kusmayanto,2007].
Mengingat kokas merupakan komoditi yang memegang peranan penting dalam
pengembangan industri metalurgi di tanah air, maka untuk pemenuhan kebutuhan
kokas tersebut diperlukan usaha penelitian dan pengembangan pembuatan kokas
dari batu bara Bayah Banten selatan, guna memanfatkan sumber daya lokal, serta
mengurangi ketergantungan impor kokas yang tentunya juga menghemat devisa negara.
KARBONISASI
Proses karbonisasi dapat merupakan reaksi endoterm atau
eksoterm tergantung pada temperatur dan proses reaksi yang sedang terjadi.
Secara umum hal ini dipengaruhi oleh hubungan temperatur karbonisasi, sifat
reaksi, perubahan fisik/kimiawi yang terjadi. Proses karbonisasi dilakukan
melalui dua cara, pertama dengan pemanasan secara langsung dalam tungku Beehive
yang berbentuk kubah. Tungku Beehive merupakan tungku yang paling
tua dimana batubara dibakar pada kondisi udara terbatas, sehingga hanya zat
terbang saja yang akan terbakar. Jika zat terbang terbakar habis, proses
pemanasan dihentikan.Kelemahannya antara lain terdapat produk samping
berupa gas dan cairan yang tidak dapat dimanfaatkan atau habis terbakar,
disamping itu produktivitas sangat rendah.
Cara kedua adalah karbonisasi batubara dengan pemanasan tak
langsung atau sistem destilasi kering. Dalam hal ini batubara ditempatkan pada
ruang tegak sempit dan dipanaskan dari luar (pemanasan tak langsung). Cara ini
selain menghasilkan kokas juga diperoleh produk samping berupa tar, amoniak,
gas methana, gas hidrogen dan gas lainnya. Gas-gas tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bakar. sedangkan produk cair berupa tar, amoniak dan lain-lain
dapat diproses lebih lanjut untuk menghasilkan bahan-bahan kimia, umumnya
berupa senyawa aromatik.
UJI COBA
Sebagai sarana percobaan hasil produk kokas diujicoba pada
pabrik pengecoran logam, PT. Sinar Industri, Ceper Klaten Jawa Tengah, dengan
menggunakan jenis tungku Tungkik. Tungku Tungkik adalah salah satu dari jenis
tungku kupola yang berleher pendek untuk pengecoran logam yang banyak
dipergunakan secara luas dalam peleburan besi cor. Keuntungan penggunaannya
antara lain :
- Kontruksi sederhana dan operasinya murah.
- Biaya untuk alat-alat peleburan murah.
Berdasarkan hasil analisis laboratorium, produk kokas
batubara Ombilin memiliki sifat kimia yang cukup baik seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 1. Hal ini terlihat dari kandungan sulfurnya hanya 0,38 %
dan abu = 8,90 %, nilai ini telah memenuhi spesifikasi kokas pengecoran logam.
Kandungan abu dan sulfur dalam kokas sangat penting pada
operasi pengecoran logam. Kandungan abu dalam kokas dapat mengurangi karbon,
menurunkan suhu logam dan dapat meningkatkan jumlah slag. Sedangkan
kandungan sulfur dalam kokas dapat mempengaruhi kestabilan operasi dari tungku
pengecoran, meningkatkan volume slag dan mempengaruhi kualitas
logam.
Secara umum kokas briket telah dapat digunakan sebagai bahan
bakar dan reduktor pada pengecoran logam. Dalam pengamatan pengujian kokas
briket untuk pengecoran besi meliputi cairan logam dan konsentrasi gas buang di
sekitar tungku pengecoran, % CE, %C, % Si. Hasil pengamatan terlihat pada Tabel
2.
Tabel
1. Hasil Analisa Kokas
No.
|
Kadar
|
Kokas Impor
|
Kokas Briket
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
|
Kadar air, %
Kadar abu, %
Kadar zat terbang, %
Kadar karbon padat, %
Nilai kalor,KKal/kg
Total sulfur, %
Phospor, %
Drop shatter
Kuat tekan, kg/cm2
|
0,68
7,45
1,17
90,70
7058
0,82
-
-
-
|
2,93
8,90
3,21
84,96
6894
0,,38
-
97,39
54,32
|
Basis
: adb
Table
2. Pengamatan pengujian mutu kokas untuk pengecoran logam
No
|
Parameter
|
Kokas Impor
|
Kokas Briket
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
|
Temp Logam Cair, O C *
Liquidus temp, O C * *
Solidus temp, O C * *
% C
% CE
% Si
SO 2 ambient, ppm
NO 2 ambient, ppm
|
1326
1202
1122
3,38
3,87
1,48
0
0
|
1318
1208
1119
3,27
3,82
1,73
0
0
|
*
diukur saat keluar dari tungku, menggunakan termokopel
** diukur saat dituangkan ke cetakan, meng-gunakan CE meter
** diukur saat dituangkan ke cetakan, meng-gunakan CE meter
Pemanfaatan Kokas dalam Industri Logam
Sampai akhir abad ke-18, arang kayu dipakai untuk peleburan
logam. Produksi logam dengan bahan bakar arang kayu cukup bagus, namun biayanya
sangat mahal. Diperlukan sekitar 100 kg kayu untuk melebur 1 kg baja. Batubara
biasa juga pernah dicoba, namun hasilnya tidak bagus karena batubara biasa
banyak mengandung unsur lain seperti belerang. Ketika logam dilebur,
belerang bisa menyebabkan kerusakan pada logam. Oleh karena itu,
diperlukan tahapan untuk mengkonversi batubara biasa ke dalam bentuk kokas.
Dengan teknik distilasi kering, unsur-unsur lain di dalam batubara bisa dibuang
sehingga hasil akhirnya adalah batubara dengan kandungan
karbon dan nilai kalori yang sangat tinggi. Batubara yang telah
dikonversi ini dinamakan "Kokas". Untuk bahan bakar peleburan
logam, kokas sangat layak dipakai.
Pemilihan
Bahan Baku
Sebelum
proses karbonisasi, campuran beberapa jenis batubara bitumen yang sebagian
besar diperoleh dari tambang batubara Ombilin, dipersiapkan terlebih dahulu.
Batubara jenis bitumen ini harus memenuhi beberapa kriteria berdasarkan
analisis proksimat. Parameter yang diuji antara lain: kandungan air, abu,
belerang, zat terbang, tar, dan tingkat plastisitas batubara.
Proses
Karbonisasi Batubara
Karbonisasi
batubara adalah proses distilasi kering di mana sirkulasi udara dikontrol
seminimal mungkin. Melalui dinding baja, panas disalurkan ke dalam tanur bakar
yang memuat batubara. Pada suhu sekitar 375 sampai 475 derajat Celcius,
batubara mengalami dekomposisi membentuk lapisan plastis di sekitar dinding.
Ketika suhu mencapai 475 sampai 600 derajat Celcius, terlihat kemunculan
cairan tar dan senyawa hidrokarbon (minyak), dilanjutkan dengan pemadatan massa
plastis menjadi semi-kokas. Pada suhu 600 sampai 1100
derajat Celcius, proses stabilisasi kokas dimulai. Ketika lapisan plastis
sudah bertemu di tengah oven, berarti seluruh batubara telah terkarbonasi
menjadi kokas, dilanjutkan dengan proses pendinginan (quenching).
Proses Daur
Ulang Panas dalam Pembuatan Kokas
Ada
dua macam tipe pembuatan kokas: Pengolahan Produk Sampingan dan Daur Ulang
Panas. Dalam teknik Pengolahan Produk Sampingan, semua zat lain yang dihasilkan
dari oven kokas "ditangkap" untuk diproses lebih lanjut. Beberapa
produk samping yang dihasilkan memang mengandung nilai jual. Namun beberapa di
antaranya sangat berbahaya bagi lingkungan. Oleh karena itu, kami memilih
teknik Daur Ulang Panas, di mana semua zat dan gas hasil karbonisasi dialirkan
kembali ke dalam oven kokas untuk menambah energi panas ke dalam oven. Dengan
demikian, semua zat berbahaya tersebut tidak lepas ke udara karena habis
terbakar dalam panas yang sangat tinggi. Proses Daur Ulang panas ini
membantu menjaga lingkungan dari gas berbahaya yang pada gilirannya
mengurangi polusi udara.
Metode
Pendinginan Kering
Setelah
kokas selesai dibuat di oven, perlu pendinginan secepatnya supaya kokas
tersebut tidak berubah jadi abu. Ada dua metode pendinginan kokas: Basah dan
Kering. Dalam proses pendingan basah, air disemprotkan ke kokas yang
panas membara, akibatnya timbul gas yang menguap ke udara. Gas ini juga
berbahaya bagi lingkungan. Oleh karena itu kami memilih metode pendinginan
kering. Caranya sederhana, dengan hanya membuka dinding insulasi oven
kokas dan membiarkan aliran udara di atmosfir mendinginkan kokas secara
alamiah selama 8 jam. Kunci keberhasilan pendinginan alamiah ini karena
kami menggunakan banyak oven-oven berkapasitas kecil. Kami percaya
bahwa 10x1 lebih baik daripada 1x10. Prinsip ini juga sejalan
dengan konsep logistik seperti Just-In-Time, Kanban, Theory of
Constraints, dll.
Briket
Kokas
Tidak
semua material dari oven kokas menghasilkan kokas dalam kondisi yang siap
pakai. Beberapa di antaranya berwujud kokas lembut dan berukuran kecil sehingga
tidak bisa dipakai langsung untuk pengecoran logam. Untuk itu diperlukan proses
pembriketan di pabrik briket. Sebelum dibriketkan, semua kokas lunak dan kecil
tersebut dihancurkan sehingga berbentuk serbuk. Sebagai pengikat (binder) digunakan
tepung yang mengandung karbohidrat dan batu kapur (kalsium karbonat).
Unsur kalsium karbonat ini sangat diperlukan sebagai pengikat unsur tak murni
dari logam ketika dilebur. Pembriketan dilakukan dengan teknik ekstrusi
bertekanan tinggi, sehingga terbentuklah briket kokas yang kuat, berukuran
besar seragam, sesuai dengan permintaan konsumen.
Tipikal
Kualitas Kokas untuk Industri Logam
Fisik
|
Rata-Rata
|
Dalam
Spec
|
Ukuran
(mm)
Lebih 4" (% berat) Kurang 1" (% berat) Stabilitas CSR |
52
1 8 60 65 |
45-60
4 max 11 max 58 min 61 min |
Fisik
(% berat)
Abu Air Belerang Zat Terbang Alkali (K2O+Na2O) Fosfor |
8.0 2.5 0.65 0.5 0.25 0.02 |
9.0 max 5.0 max 0.82 max 1.5 max 0.40 max 0.33 max |
KESIMPULAN
Dari
hasil percobaan tersebut diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
·
Secara umum, mutu kokas briket yang dibuat telah memenuhi spesifikasi kokas
pengecoran logam.
·
Kokas briket telah dapat digunakan sebagai bahan bakar reduktor pada pengecoran
logam dalam tungku tungkik dan menghasilkan mutu coran yang baik, temperatur
cairan logam cukup tinggi (1458O C) serta kandungan C = 3,27%.
·
Kandungan gas buang (NO2 dan SO2) hasil pembakaran kokas
briket sangat kecil (mendekati nol) sehingga tidak menimbulkan pencemaran udara
di sekitar daerah pengecoran logam tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar