Kamis, 12 Mei 2016

PEMANFAATAN BATUBARA



PEMANFAATAN BATUBARA
Ditinjau dari segi pemanfaatannya, batubara dapat dibagi menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu:
  1. Batubara untuk bahan bakar, disebut batubara bahan bakar (steaming coal, fuel coal, atau energy coal)
  2. Batubara bitumen untuk pembuatan kokas, disebut batubara kokas (cooking coal)
  3. Batubara untuk dibuat bahan-bahan dasar energi lainnya, disebut batubara konversi (conversion coal) 
1.    BATUBARA UNTUK BAHAN BAKAR
Sebagai bahan bakar, batubara dapat dimanfaatkan untuk mengubah air menjadi upa didalam suatu ketel uap atau boiler PLTU, untuk membakar bahan pembuat klinker dipabrik semen, dan sebagai bahan bakar di industri-industri kecil. Pada hakikatnya, semua batubara dapat dibakar, tetapi pemanfaatannya sebagai bahan bakar tertentu perlu dipenuhi berbagai persyaratan tertentu pula. Misalnya, sebagai baha bakar di PLTU diperlukan batubara yang mempunyai kandungan ash <30%. Ketel yang memanfaatkan batubara halus dapat didesain agar bisa membakar batubara dengan kandungan ash lebih tinggi lagi, katakanlah 50%. Akan tetapi, dengan kandungan ash yang demikian besar dapat menimbulkan banyak masalah dalam pengoperasiannya. Bahkan pada pembakaran batubara yang mengandung ash <30% pun masih banyak menimbulkan masalah pada ketel karena dapat menyebabkan erosi dan kerak pada tabung uap.
Umumnya, pembuatan sebuah ketel suatu PLTU dirancang untuk membakar batubara dengan spesifikasi yang telah ditentukan, sesuai dengan sifat batubara yang akan menjadi “makanannya”. Spesifikasi ini kadang-kadang mempunyai nilai rentang yang agak panjang sehingga dapat menampung batubara lebih dari satu sumber. Itulah sebabnya mengapa sewaktu masih dalam tahapan eksplorasi dan studi kelayakan tambang, berbagai parameter penting sebagai penentu tersebut dalam sampel inti bor sudah mulai ditentukan. Jadi, suatu PLTU dibangun menurut spesifikasi batubara yang akan “membakarnya”, bukan sebaliknya (kecuali jika PLTU sudah ada dan perlu tambahan pasokan, harus dicari batubara yang mempunyai spesifikasi sama dengan spesifikasi batubara yang digunakan dalam perancangan ketel tersebut). Umumnya, batubara harus cukup untuk memasok PLTU selama 30 tahun, karena umur PLTU sekitar tiga puluh tahunan. Bila batubara pasokan tersebut masih kurang, maka harus dicari batubara yang sifatnya sama dengan spesifikasi ketel PLTU tersebut. Semua PLTU yang direncanakan dibangun di Indonesia, satu unitnya berkapasitas 50 – 400 MW. Untuk yang berkapasitas >200 MW, umumnya dipakai cara pulverised fuel, sedangkan untuk yang kapasitasnya lebih kecil digunakan cara fluidised bed combustion ataupun pembakaran pada panggangan (grate firing).
Demikian pula dengan pabrik semen dewasa ini. Semuanya harus menggunakan bahan bakar batubara, dan yang telah dibangun sebelum Peraturan Presiden ditetapkan, harus mengganti bahan bakar minyaknya dengan batubara. Untuk keperluan tersebut harus dibangun kiln untuk membakar batubara yang didesain dengan spesifikasi tertentu, seperti halnya PLTU. Hanya untuk pabrik semen, persyaratan yang diminta lebih ringan bila dibandingkan dengan yang diminta untuk PLTU.
Pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar telah mulai dirintis dalam industri kecil, seperti pabrik kertas, pabrik gula, pabrik bata, pabrik genteng, dan pabrik kapur. Hal ini terutama untuk memanfaatkan batubara dengan cadangan kecil.
Pada saat ini, Indonesia telah mencoba memanfaatkan batubara untuk menggantikan minyak tanah sebagai bahan bakar tidak berasap (smokeless fuel) di rumah tangga. Untuk keperluan tersebut, batubara dikarbonisasikan pada suhu rendah, digerus dan diberi bahan perekat, kemudian dicetak dan dibentuk menjadi briket batubara. Di Victoria-Australia, bahan untuk briket batubara berasal dari batubara peringkat (rank) rendah yang mengandung moisture tinggi, misalnya lignit yang mengandung mositure >60%.

2.    BATUBARA UNTUK KOKAS
Kokas ialah residu padat yang tertinggal bila batubara dipanaskan tanpa udara sampai sebagian zat yang mudah menguapnya hilang. Batubara kokas adalah batubara yang bila dipanaskan tanpa udara sampai suhu tinggi akan menjadi lunak, terdevolatilasasi, mengembang, dan memadat kembali membentuk material yang porous. Material ini merupakan padatan kaya karbon yang disebut kokas.
Kebanyakan kokas digunakan dalam pembuatan besi dan baja karena memberikan energi panas dan sekaligus bertindak sebagai zat pereduksi (reduktor) terhadap bijih besi yang dikerjakan didalam tanur suhu tinggi atau tungku pembakaran (blast furnace). Kokas untuk keperluan tersebut, umumnya padat dan relatif kuat, dihasilkan dari batubara tertentu., baik tunggal maupun campuran, dalam oven kokas (coke oven). Residu hasil karbonisasi yang merupakan material serbuk yang tidak berlubang atau massanya menggumpal disebut char. Bahan ini dapat dibuat briket dan digunakan sama seperti kokas (kokas jenis ini disebut sebagai formed coke) atau langsung dipakai sebagai elektroda karbon.
Umumnya, ada dua istilah yang dapat membingungkan kita, yaitu istilah “caking” dan “coking”. Caking ialah kemampuan batubara untuk meleleh ketika dipanaskan dan kembali membentuk residu yang koheren ketika didinginkan. Syarat mutlak untuk batubara kokas ialah batubara itu harus meleleh membentuk cake jika dipanaskan. Tidak semua caking coal adalah cooking coal. Coking digunakan untuk menerangkan bahwa batubara tersebut cocok untuk dibuat kokas. Walaupun begitu, keterangan ini berlawanan dengan definisi klasifikasi batubara hard coal menurut ISO yang mendefinisikan caking kebalikan dari coking. Caking menunjukkan penggumpalan (agglomeration) dan pengembangan (swelling). Selama dipanaskan (index crucible swelling number dan Roga), sedangkan coking menunjukkan penggumpalan dan pengembangan selama pemanasan lambat (dilatation atau Gray-King coke type). Hal ini menimbulkan kerancuan dalam pemakaian kedua istilah tersebut.
Batubara yang dapat dibuat kokas harus mempunyai peringkat dan tipe tertentu. Sebagian zat organik dalam batubara mempunyai peranan dalam sifat-sifat pelelehan tadi. Dalam batubara kokas yang prima, yaitu yang membentuk kokas metalurgi yang sangat baik, harus dicapai suatu perbandingan yang optimal antara zat yang reaktif dan zat yang inert (tidak meleleh).
Berbagai parameter yang menentukan batubara kokas (peringkat dan jenisnya telah memenuhi syarat), termasuk kokas metalurgi, ialah kandungan ash tidak terlalu tinggi, hampir tidak mengandung sulfur dan fosfor, serta zat yang mudah menguapnya dalam kokas harus kecil. Untuk menentukan sifat-sifat batubara kokas digunakan crucible swelling number, Gray King coke type, plastisitas dan fluiditas.

3.    BATUBARA KONVERSI
Batubara konversi ialah batubara yang dimanfaatkan tidak sebagai bahan bakar padat, tetapi energi yang dikandungnya, disimpan dalam bentuk lain, yakni gas dan cairan. Pengubahan batubara dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui pembuatan gas atau gasifikasi (gasification) dan pencairan batubara atau likuifaksi (coal liquefaction).
Dalam proses gasifikasi, semua zat organik dalam batubara diubah kedalam bentuk gas, terutama karbon monoksida, karbon dioksida, dan hidrogen. Gas-gas ini kemudian dapat pula diubah menjadi bahan-bahan kimia, seperti pupuk dan metanol.
Proses likuifaksi bertujuan mengubah batubara menjadi minyak. Penelitian yang dilakukan SASOL di Afrika Selatan yang telah berhasil mengubah batubara menjadi minyak (gasolin, diesel, jet fuel), gas maupun bahan kimia lain melalui pembuatan gas. Cara langsung ialah dengan menghidrogenasikan batubara (rasio atom hidrogen/karbon = 0,7) sehingga menjadi minyak (rasio atom hidrogen hidrogen/karbon >1.2)




KOKAS sebagai ENERGI ALTERNATIF
Indonesia memiliki cadangan batubara yang besar melebihi cadangan minyak bumi. Kegiatan penambangan batubara di Indonesia juga semakin meningkat dari tahun ke tahun dimana batubara diharapkan sebagai sumber alternatif, selain untuk ekspor juga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi energi dalam negeri. Oleh karena itu perlu digalakkan program pemasyarakatan dan pembudayaan batubara. Salah satu caranya adalah dengan penanganan lebih lanjut proses pengembangan pembuatan kokas, karena merupakan komoditi penting yang banyak dibutuhkan pada industri berskala kecil sampai skala besar. Industri yang membutuhkan kokas antara lain industri pengecoran logam, industri gula, industri elektrode dan industri logam lainnya. Pemenuhan kebutuhan kokas di Indonesia sebagian besar berasal dari luar negeri (impor) Jepang, RRC, dan Taiwan.
Mengingat kokas merupakan komoditi yang cukup penting, terutama pada industri logam dan baja, maka usaha pengembangan dan pemenuhan kebutuhan kokas dari dalam negeri menjadi sangat perlu. Kokas selain digunakan untuk meningkatkan kandungan karbon dalam besi, juga berfungsi sebagai bahan bakar, bahan pereduksi maupun penyangga beban. Jadi jelas bahwa batubara bisa diharapkan sebagai sumber energi alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada impor, yang tentunya dapat menghemat devisa.
Sumber daya batubara (Coal Resources) di Indonesia cukup besar dengan total cadangan kurang lebih 39 milyar ton. Bila diasumsikan laju pertumbuhan produksi batubara mencapai 12,4 % per tahun, maka batubara Indonesia dapat dimanfaatkan hingga tahun 2166. Lokasi cadangan umumnya berada di Sumatera (64%) dan Kalimantan (35%). Sementara itu daerah-daerah lain seperti pulau Jawa dan Sulawesi walaupun cadangannya sedikit tetapi telah dimanfaatkan, karena di kedua daerah tersebut lokasi konsumen tidak jauh. Sehingga batu bara tetap ekonomis untuk dimanfaatkan. Di pulau Jawa, banyak pemakai batubara untuk berbagai keperluan, sedangkan di Sulawesi terdapat pabrik semen dengan kapasitas yang cukup besar [Koestoer, 1997]. Cadangan batu bara Indonesia saat ini berjumlah sekitar 7 miliar ton yang terdiri dari batu bara berkualitas rendah, yaitu lignite (49%), dan sub-bituminous (26%), serta batu bara berkualitas tinggi yaitu bituminous (24%) dan antrachite (1%). Cadangan batubara (Coal Reserves) adalah bagian dari sumber daya batubara yang telah diketahui dimensi, sebaran kuantitas, dan kualitasnya, yang pada saat pengkajian kelayakan dinyatakan layak untuk ditambang Batubara berkualitas rendah ditandai dengan kandungan air yang tinggi dan karbon yang rendah. Sementara itu, batu bara berkualitas tinggi memiliki kandungan air yang rendah dan karbon yang tinggi, dan umumya dijual ke pasar ekspor internasional [Iskandar,2006]. Berikut peta penyebaran endapan batu bara di Indonesia, secara rinci dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1. Penyebaran endapan batu bara Indonesia [Puslitbang Tekmira, 2006]
Pada prinsipnya batu bara dari semua peringkat dapat diubah dengan teknologi batu bara bersih menjadi bahan bakar cair, gas atau padat yang lebih ramah lingkungan. Teknologi batu bara dapat dikelompokan dalam konversi batu bara menjadi kokas/ semi-kokas briket batu bara melalui proses karbonisasi batu bara, likuifaksi batu bara dan gasifikasi batu bara yang menghasilkan minyak dan gas sintetis [Budi,2003]. Coking coal adalah batubara yang indikasi awalnya mempunyai sifat caking tertentu, Sifat caking adalah sifat ketika dipanaskan pada suhu tertentu, batu bara tersebut akan meleleh, mengembang dan memadat kembali membentuk bongkahan. Batu bara yang mempunyai sifat caking adalah jenis batu bara bitominous [Annual Book of ASTM Standard,1981]. Pemanfaatan kokas pada industri antara lain, pengecoran logam (sebagai bahan bakar dan reduktor), industri gula (bahan bakar), dan industri elektroda (sebagai bahan baku elektroda karbon).
Pada industri pembuatan besi baja dalam tanur tinggi kokas merupakan bahan bakar terpenting yang diperlukan. Kokas tersebut digunakan sebagai sebagai bahan reduktor. Pada saat ini kebutuhan kokas semakin meningkat sebagai bahan bahan bakar di berbagai industri. Saat ini sebanyak 92% bahan bakar kokas masih di impor dari RRC, Taiwan dan Jepang [Kusmayanto,2007]. Mengingat kokas merupakan komoditi yang memegang peranan penting dalam pengembangan industri metalurgi di tanah air, maka untuk pemenuhan kebutuhan kokas tersebut diperlukan usaha penelitian dan pengembangan pembuatan kokas dari batu bara Bayah Banten selatan, guna memanfatkan sumber daya lokal, serta mengurangi ketergantungan impor kokas yang tentunya juga menghemat devisa negara.
KARBONISASI
Proses karbonisasi dapat merupakan reaksi endoterm atau eksoterm tergantung pada temperatur dan proses reaksi yang sedang terjadi. Secara umum hal ini dipengaruhi oleh hubungan temperatur karbonisasi, sifat reaksi, perubahan fisik/kimiawi yang terjadi. Proses karbonisasi dilakukan melalui dua cara, pertama dengan pemanasan secara langsung dalam tungku Beehive yang berbentuk kubah. Tungku Beehive merupakan tungku yang paling tua dimana batubara dibakar pada kondisi udara terbatas, sehingga hanya zat terbang saja yang akan terbakar. Jika zat terbang terbakar habis, proses pemanasan dihentikan.Kelemahannya antara lain terdapat produk samping berupa gas dan cairan yang tidak dapat dimanfaatkan atau habis terbakar, disamping itu produktivitas sangat rendah.
Cara kedua adalah karbonisasi batubara dengan pemanasan tak langsung atau sistem destilasi kering. Dalam hal ini batubara ditempatkan pada ruang tegak sempit dan dipanaskan dari luar (pemanasan tak langsung). Cara ini selain menghasilkan kokas juga diperoleh produk samping berupa tar, amoniak, gas methana, gas hidrogen dan gas lainnya. Gas-gas tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar. sedangkan produk cair berupa tar, amoniak dan lain-lain dapat diproses lebih lanjut untuk menghasilkan bahan-bahan kimia, umumnya berupa senyawa aromatik.
UJI COBA
Sebagai sarana percobaan hasil produk kokas diujicoba pada pabrik pengecoran logam, PT. Sinar Industri, Ceper Klaten Jawa Tengah, dengan menggunakan jenis tungku Tungkik. Tungku Tungkik adalah salah satu dari jenis tungku kupola yang berleher pendek untuk pengecoran logam yang banyak dipergunakan secara luas dalam peleburan besi cor. Keuntungan penggunaannya antara lain :
  1. Kontruksi sederhana dan operasinya murah.
  2. Biaya untuk alat-alat peleburan murah.
Berdasarkan hasil analisis laboratorium, produk kokas batubara Ombilin memiliki sifat kimia yang cukup baik seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Hal ini terlihat dari kandungan sulfurnya hanya 0,38 % dan abu = 8,90 %, nilai ini telah memenuhi spesifikasi kokas pengecoran logam.
Kandungan abu dan sulfur dalam kokas sangat penting pada operasi pengecoran logam. Kandungan abu dalam kokas dapat mengurangi karbon, menurunkan suhu logam dan dapat meningkatkan jumlah slag. Sedangkan kandungan sulfur dalam kokas dapat mempengaruhi kestabilan operasi dari tungku pengecoran, meningkatkan volume slag dan mempengaruhi kualitas logam.
Secara umum kokas briket telah dapat digunakan sebagai bahan bakar dan reduktor pada pengecoran logam. Dalam pengamatan pengujian kokas briket untuk pengecoran besi meliputi cairan logam dan konsentrasi gas buang di sekitar tungku pengecoran, % CE, %C, % Si. Hasil pengamatan terlihat pada Tabel 2.




Tabel 1. Hasil Analisa Kokas
No.
Kadar
Kokas Impor
Kokas Briket
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Kadar air, %
Kadar abu, %
Kadar zat terbang, %
Kadar karbon padat, %
Nilai kalor,KKal/kg
Total sulfur, %
Phospor, %
Drop shatter
Kuat tekan, kg/cm2
0,68
7,45
1,17
90,70
7058
0,82
-
-
-
2,93
8,90
3,21
84,96
6894
0,,38
-
97,39
54,32
Basis : adb





Table 2. Pengamatan pengujian mutu kokas untuk pengecoran logam
No
Parameter
Kokas Impor
Kokas Briket
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Temp Logam Cair, O C *

Liquidus temp, O C * *
Solidus temp, O C * *
% C
% CE
% Si
SO 2 ambient, ppm
NO 2 ambient, ppm
1326
1202
1122
3,38
3,87
1,48
0
0
1318
1208
1119
3,27
3,82
1,73
0
0
* diukur saat keluar dari tungku, menggunakan termokopel
** diukur saat dituangkan ke cetakan, meng-gunakan CE meter
Pemanfaatan Kokas dalam Industri Logam
Sampai akhir abad ke-18, arang kayu dipakai untuk peleburan logam. Produksi logam dengan bahan bakar arang kayu cukup bagus, namun biayanya sangat mahal. Diperlukan sekitar 100 kg kayu untuk melebur 1 kg baja. Batubara biasa juga pernah dicoba, namun hasilnya tidak bagus karena batubara biasa banyak mengandung unsur lain seperti belerang. Ketika logam dilebur, belerang bisa menyebabkan kerusakan pada logam.  Oleh karena itu, diperlukan tahapan untuk mengkonversi batubara biasa ke dalam bentuk kokas. Dengan teknik distilasi kering, unsur-unsur lain di dalam batubara bisa dibuang sehingga hasil akhirnya adalah batubara dengan kandungan karbon dan nilai kalori yang sangat tinggi. Batubara yang telah dikonversi ini dinamakan "Kokas".  Untuk bahan bakar peleburan logam, kokas sangat layak dipakai.
Pemilihan Bahan Baku
Sebelum proses karbonisasi, campuran beberapa jenis batubara bitumen yang sebagian besar diperoleh dari tambang batubara Ombilin, dipersiapkan terlebih dahulu. Batubara jenis bitumen ini harus memenuhi beberapa kriteria berdasarkan analisis proksimat. Parameter yang diuji antara lain: kandungan air, abu, belerang, zat terbang, tar, dan tingkat plastisitas batubara.
Proses Karbonisasi Batubara
Karbonisasi batubara adalah proses distilasi kering di mana sirkulasi udara dikontrol seminimal mungkin. Melalui dinding baja, panas disalurkan ke dalam tanur bakar yang memuat batubara. Pada suhu sekitar 375 sampai 475 derajat Celcius, batubara mengalami dekomposisi membentuk lapisan plastis di sekitar dinding. Ketika suhu mencapai 475 sampai 600 derajat Celcius, terlihat kemunculan cairan tar dan senyawa hidrokarbon (minyak), dilanjutkan dengan pemadatan massa plastis menjadi semi-kokas. Pada suhu 600 sampai 1100 derajat Celcius, proses stabilisasi kokas dimulai. Ketika lapisan plastis sudah bertemu di tengah oven, berarti seluruh batubara telah terkarbonasi menjadi kokas, dilanjutkan dengan proses pendinginan (quenching).
Proses Daur Ulang Panas dalam Pembuatan Kokas 
Ada dua macam tipe pembuatan kokas: Pengolahan Produk Sampingan dan Daur Ulang Panas. Dalam teknik Pengolahan Produk Sampingan, semua zat lain yang dihasilkan dari oven kokas "ditangkap" untuk diproses lebih lanjut. Beberapa produk samping yang dihasilkan memang mengandung nilai jual. Namun beberapa di antaranya sangat berbahaya bagi lingkungan. Oleh karena itu, kami memilih teknik Daur Ulang Panas, di mana semua zat dan gas hasil karbonisasi dialirkan kembali ke dalam oven kokas untuk menambah energi panas ke dalam oven. Dengan demikian, semua zat berbahaya tersebut tidak lepas ke udara karena habis terbakar dalam panas yang sangat tinggi. Proses Daur Ulang panas ini membantu menjaga lingkungan dari gas berbahaya yang pada gilirannya mengurangi polusi udara.
Metode Pendinginan Kering
Setelah kokas selesai dibuat di oven, perlu pendinginan secepatnya supaya kokas tersebut tidak berubah jadi abu. Ada dua metode pendinginan kokas: Basah dan Kering. Dalam proses pendingan basah, air disemprotkan ke kokas yang panas membara, akibatnya timbul gas yang menguap ke udara. Gas ini juga berbahaya bagi lingkungan. Oleh karena itu kami memilih metode pendinginan kering. Caranya sederhana, dengan hanya membuka dinding insulasi oven kokas dan membiarkan aliran udara di atmosfir mendinginkan kokas secara alamiah selama 8 jam. Kunci keberhasilan pendinginan alamiah ini karena kami menggunakan banyak oven-oven berkapasitas kecil. Kami percaya bahwa 10x1 lebih baik daripada 1x10. Prinsip ini juga sejalan dengan konsep logistik seperti Just-In-Time, Kanban, Theory of Constraints, dll.
Briket Kokas
Tidak semua material dari oven kokas menghasilkan kokas dalam kondisi yang siap pakai. Beberapa di antaranya berwujud kokas lembut dan berukuran kecil sehingga tidak bisa dipakai langsung untuk pengecoran logam. Untuk itu diperlukan proses pembriketan di pabrik briket. Sebelum dibriketkan, semua kokas lunak dan kecil tersebut dihancurkan sehingga berbentuk serbuk. Sebagai pengikat (binder) digunakan tepung yang mengandung karbohidrat dan batu kapur (kalsium karbonat). Unsur kalsium karbonat ini sangat diperlukan sebagai pengikat unsur tak murni dari logam ketika dilebur. Pembriketan dilakukan dengan teknik ekstrusi bertekanan tinggi, sehingga terbentuklah briket kokas yang kuat, berukuran besar seragam, sesuai dengan permintaan konsumen.
Tipikal Kualitas Kokas untuk Industri Logam
 Fisik  
Rata-Rata 
Dalam Spec 
 Ukuran (mm)
 Lebih 4" (% berat)
 Kurang 1" (% berat)
 Stabilitas
 CSR
52
1
8
60
65
45-60
4 max
11 max
58 min
61 min
Fisik (% berat)
 Abu
 Air
 Belerang
 Zat Terbang
 Alkali (K2O+Na2O)
 Fosfor

8.0
2.5
0.65
0.5
0.25
0.02

9.0 max
5.0 max
0.82 max
1.5 max
0.40 max
0.33 max

KESIMPULAN
Dari hasil percobaan tersebut diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
·         Secara umum, mutu kokas briket yang dibuat telah memenuhi spesifikasi kokas pengecoran logam.
·         Kokas briket telah dapat digunakan sebagai bahan bakar reduktor pada pengecoran logam dalam tungku tungkik dan menghasilkan mutu coran yang baik, temperatur cairan logam cukup tinggi (1458O C) serta kandungan C = 3,27%.
·         Kandungan gas buang (NO2 dan SO2) hasil pembakaran kokas briket sangat kecil (mendekati nol) sehingga tidak menimbulkan pencemaran udara di sekitar daerah pengecoran logam tersebut.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar